“Bet!!! Dimana kamu? Ayah ada perlu, nih.” Teriak ayahku sore itu. Segera dia menemukanku di kamarku sedang membaca buku komik kesenanganku, Detektif Conan.

“Ada apa, yah?” tanyaku singkat.

“Gini, hari ini ayah dapat bonus kerjaan. Nah, ayah kan sudah pernah janji untuk membelikan handphone (HP) buat kamu, supaya kalau hubungi kamu bisa lebih mudah”.

Ternyata ayah sedang menawarkan untuk membelikanku sebuah HP. Walau menurutku tidak terlalu perlu untuk anak sesusiaku yang baru kelas 5, tapi memang kadang aku memerlukannya karena ayah dan ibuku sama-sama bekerja, jadi kami perlu komunikasi untuk mengatur agenda kegiatanku yang seabreg.

Ketika ayah menanyakan HP seperti apa yang aku inginkan, aku jadi bingung. Aku terdiam sejenak beberapa menit sambil mengacungkan telunjukku ke kepala, sebagai tanda kepada ayah bahwa aku minta waktu untuk berpikir. Beberapa saat kemudian aku menjawab, “Aku minta HP yang tidak canggih, tidak ada kamera, tidak bisa simpan film. Tapi, sebenarnya aku tidak terlalu perlu memiliki HP, Yah”. Ayah tetap ngotot mau membelikanku HP karena akan mudah bagi dia untuk berhubungan dengan aku. Dan, kami pun sepakat bahwa aku akan dibelikan HP sesuai keinginanku, tidak canggih, tidak ada kamera dan tidak bisa simpan flm.

Sebelum ayah beranjak pergi, dia menanyakan alasanku memilih HP yang tidak canggih itu. Aku pun coba jelaskan seperti seorang guru sedang mengajar muridnya. Aku ceritakan bahwa aku punya tiga pengalaman dengan HP canggih khususnya yang bisa menyimpan file berupa film dan gambar.[1]

Pertama, aku dengar seorang temanku di kelas tertangkap razia HP, ternyata di HP-nya banyak gambar-gambar porno. Kedua, teman sekolah mingguku suatu kali menunjukkan flash movie di HP-nya. Film singkat itu berisi adegan seorang laki-laki (bentuk kartun) sedang buang air besar, karena terlalu kuat mengejan, kepalanya pecah dan darah berhamburan di tembok (maaf kalau aku blak-blakan ceritanya, tapi yakinlah kalau lihat sendiri, walau kartun adegan itu bisa buat mual). Terakhir, aku dipanggil temanku. Ia memintaku memperhatikan film di HP-nya. Aku diminta mengikuti sebuah mobil yang sedang berjalan di pegunungan yang indah. Beberapa menit kemudian, mobil yang semula terlihat dari kejauhan, semakin mendekat ke layar. Tiba-tiba, aku terkejut sekali ketika di layar ponsel itu muncul sesosok tokoh menyeramkan, menyeringai dan seolah-olah mau menerkamku. Temanku tertawa, dan menawarkanku melihat filmnya yang lain, tapi aku menolaknya.

Dari pengalaman-pengalaman itu membuat aku bertanya apa sih tujuan orang tua mereka membelikan HP? Semakin mereka punya HP canggih, justru membuat mereka memiliki kesempatan melihat, bahkan mengoleksi dosa. Aku pernah bertanya kepada mereka apa tidak takut ketahuan orang tua. Mereka jawab tidak mungkin, file-file itu bisa disimpan dengan aman, apalagi ditambah orang tua mereka banyak yang gaptek (gagap teknologi), jadi mudah aja dibohongin. Aduh, jadi rumit masalahnya, orang tua bisa belikan tapi tidak bisa mengawasi apa yang anak mereka sedang awasi. Aku usulkan untuk setiap orang tua punya waktu menginspeksi mendadak HP anak-anak mereka. Tapi, susah juga, selain mereka kesulitan untuk mengerti cara  mengoperasikan HP itu, masalah lain adalah karena jangan-jangan dalam HP  mereka sendiri juga berisi hal yang sama (ini menurut temanku yang mendapatkan gambar porno dari HP ayahnya yang dia transfer secara diam-diam, mungkin perlu juga ada razia HP orang tua. Maaf om dan tante jangan tersinggung, ini hanya usulan seorang anak).

Dalam hati, aku ingin punya HP yang canggih, tapi belajar dari pengalaman-pengalamanku dan melihat bahwa itu semua terjadi tidak hanya pada satu dua teman, tapi pada kebanyakan teman, baik laki-laki maupun wanita, rasanya lebih baik aku punya HP yang biasa-biasa saja. Itulah isi pertimbanganku saat ayah menawarkan untuk membelikanku sebuah HP. Bagiku, jika HP menyesatkanku, aku tidak usah punya HP saja.[2]

Ayah tersenyum mendengar penjelasanku. Dia bercanda tapi dengan nada serius bahwa aku boleh juga memeriksa isi HP-nya. Dia pastikan HP-nya ‘clear’ dari semua itu. Aku senang punya ayah seperti dia. Ayahku lebih berharga daripada semua HP yang paling canggih di dunia ini.

Akhirnya, aku juga mengajak om dan tante sekalian merenungkan apakah semua fasilitas yang diberikan (termasuk HP) kepada anak-anak om dan tante, bisa dipertanggung jawabkan bahwa semua itu tidak memfasilitasi anak-anak om dan tante berpeluang jatuh dalam dosa.

 

Ps. Betuel Himawan 

Gereja MDC – Surabaya

[1] . (catatan penulis: pengalaman tersebut bersentuhan dengan penyebaran 3S: seks, satanisme, dan sadisme sebagai berita laris akhir-akhir ini)

[2] Bandingkan Markus 9:42-49 tentang penyesatan. Renungkan bahwa kehidupan anak-anak kita sedang dihantam banyak hal yang bisa menyesatkan mereka. Bagaimana sikap orang tua?)

Share this entry