Banyak orang yang memiliki kecerdasan secara akademik namun, tidak memiliki kecerdasan dalam karakter. Banyak orang cerdas secara pikiran, namun hatinya tidak cerdas. Akibatnya muncul penipuan, korupsi, anarki, dan perilaku lain yang tidak baik. Tentunya hal tersebut tidak baik bagi anak-anak, karena akan menjadi contoh buruk yang meracuni pikiran dan sikap anak-anak kita. Jika hal tersebut berlangsung secara terus-menerus, bagaimana masa depan anak-anak kita?

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Unesco menemukan bahwa, kemakmuran suatu negara bukan disebabkan karena negara itu kaya sumber daya alam atau karena warga negaranya cerdas secara akademik, melainkan karena kecerdasan perilaku (attitude) warga negaranya.

Perilaku warga negara yang menentukan kemakmuran sebuah negara adalah perilaku yang menjujung tinggi prinsip-prinsip dasar yaitu memegang teguh etika, bersikap jujur dan berintegritas, bertanggung jawab, hormat pada aturan/hukum, hormat pada hak orang lain/warga lain, mencintai pekerjaannya, menabung dan berinvestasi, mau bekerja keras, serta tepat waktu. Ciri-ciri ini bukanlah merupakan kecerdasan akademik, namun merupakan kecerdasan emosional atau karakter. Karakter atau attitude yang baik membuat seseorang bahkan suatu negara menjadi makmur. Attitude yang buruk membuatnya miskin.

Setiap manusia memiliki sembilan tipe kecerdasan (multiple intelligences) yaitu kecerdasan logis-matematis, linguistik, kinestetik, musik, visual-spasial, interpersonal, intrapersonal, natural, dan eksistensial. Dari kesembilan kecerdasan itu kita biasanya mengutamakan kecerdasan akademik yaitu logika-matematika, sedangkan kecerdasan emosional dan yang lainnya diabaikan. Akibatnya, anak-anak mungkin akan tumbuh menjadi anak pintar, namun tidak berkarakter mulia. Sebagai orangtua, tentu kita tidak menginginkan memiliki anak cerdas namun egois, tidak menghormati orangtua, pemberontak, tidak inisiatif, mudah putus asa, dan perilaku tidak baik lainnya.

Kecerdasan emosional atau karakter mamberikan sumbangan paling banyak dibanding akademik di masa mendatang. Jadi, pendidikan karakter bagi anak itu merupakan hal yang sangat penting. Begitu pentingnya sampai pemerintah Indonesia memikirkan pendidikan karakter diberikan di sekolah-sekolah. Mengingat pendidikan karakter merupakan pintu keberhasilan bagi anak di masa depan bahkan masa depan bangsa, Nelson Mandela menuliskan “Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.”

Amsal 22:6 mengatakan: “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya ia tidak akan menyimpang dari jalan itu.” Sekolah MDC sangat peduli dengan pendidikan karakter anak. Oleh karena itu Sekolah MDC membentuk generasi yang berkarakter bahkan sejak di usia yang sangat belia. Tujuannya supaya ketika mereka dewasa, mereka tidak menyimpang dari kebenaran Firman Tuhan.

Mendidik dengan patut berarti mendidik mereka sesuai dengan standar kebenaran yaitu, Firman Tuhan. Mendidik yang patut berarti mendidik dengan berpusat pada siswa (student-centered learning); sesuai dengan karakteristik anak, mempertimbangkan usianya, kebutuhannya, perkembangan mental dan moralnya, serta kecerdasan, talenta, dan gaya belajarnya. Mendidik secara patut berarti membelajarkan anak dengan menggunakan Bahasa Kasih, memandang setiap anak unik dan memiliki kemampuan yang berbeda satu dengan yang lain.

Amsal 1:7 mengatakan: “Takut akan TUHANadalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmatdan didikan”. Sekolah MDC sangat memercayai bahwa takut akan Tuhan adalah sumber kehidupan, sehingga penting sekali mengintegrasikan Firman Tuhan dalam setiap pembelajaran. Untuk itu Sekolah MDC menerapkan Pendekatan Pembelajaran MEREKAH. Melalui pendekatan pembelajaran MEREKAH diharapkan siswa bisa mengalami pembelajaran yang lebih bermakna.

Apa itu MEREKAH? MEREKAH merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan antara hard-skills (kompetensi akademik), soft-skills (karakter), dan spiritual-skills.

MEREKAH merupakan akronim dari MEmiliki, REfleksi, Komitmen, Action, dan Habit.

ME mengacu pada siswa memiliki kompetensi akademik sesuai dengan kurikulum berlaku yang berlandaskan Firman Allah.
RE merupakan akronim dari refleksi. Siswa belajar bagaimana mereka merefleksikan hasil dan pembelajaran dengan diri sendiri.
K merupakan singkatan dari komitmen. Dari hasil refleksi diri, siswa didorong untuk berkomitmen agar menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab.
A merupakan singkatan dari action ataubertindak, dari hasil komitmen dalam kehidupan sehari-hari.
H merupakan singkatan dari habit, pembiasaan. Peranan orangtua sangat penting dalam membangun kebiasaan baik anak-anak di rumah atau di lingkungan sosial di mana mereka berada.
Pendekatan pembelajaran tersebut jelas membutuhkan peran orangtua, sebagai pendamping anak di rumah. Kami beharap pendekatan pembelajaran yang mengintergrasikan Firman Tuhan mendapat support dari orangtua demi masa depan lebih baik bagi anak-anak kita terkasih.

(Penulis: Lany Gunawan, S.T.; Kepala SD Kristen Masa Depan Cerah)

Share this entry