Menjadi seorang guru adalah impian saya sejak masih kanak-kanak. Saya ingat betul, ketika itu saya masih duduk di bangku SD. Saya tergolong siswa yang biasa- -biasa saja, tidak terlalu menonjol di bidang akademis, olahraga, atau seni. Setiap kali guru saya menunjuk siswa menjadi pemimpin kelas atau sekadar pemimpin kelompok, saya selalu luput dari perhatian mereka. Sampai di kelas 4 SD, ada seorang guru yang membuat saya merasa bahwa ternyata saya “lumayan juga, kok!” Beliau memerhatikan tiap hal kecil yang bisa saya lakukan dan memujinya dengan tulus. Saya menjadi semakin percaya diri dalam segala hal. Jadi, apabila sekarang saya jadi “seperti ini”, ini semua karena beliau! Dari beliau juga. Saya terinspirasi ingin menjadi guru. Saya bertekad apabila saya menjati guru nantinya, saya akan memerhatikan semua anak dengan merata, memberi  kesempatan kepada semua siswa merata, dan terutama saya ingin memotivasi siswa yang “biasa-biasa saja” seperti saya dulu. Karena saya yakin bahwa setiap siswa memiliki keunikan dan kelebihannya masing-masing dan apa pun itu, patut untuk dihargai.

Ketika akhirnya saya benar-benar menjadi seorang guru, maka saya benar-benar jatuh cinta pada dunia pendidikan anak-anak ini. Dan benar saja, selama menjadi guru sampai hari  ini, tidak ada satupun siswa yang sama, semua berbeda, semua unik, semua istimewa, semua memiliki kebutuhan, dan bahasa kasih yang

berbeda-beda.

Bagi saya, menjadi seorang guru bukan hanya mengajar siswa, tapi saya banyak sekali belajar dari siswa saya. Saya semakin dewasa dari waktu demi waktu karena mereka. Dari mereka saya belajar yang namanya ketulusan, suatu hal yang cukup langka untuk dimiliki orang dewasa. Saya juga sering merasa betapa piciknya saya yang seringkali memaafkan seseorang, tapi masih tidak mau melupakan kesalahan orang tersebut. Apabila saya melihat, betapa mudahnya anak-anak bermain kembali setelah beberapa menit yang lalumereka berselisih. Saya juga kadang merasa tertampar apabila setelah menegur siswa saya, mereka memeluk saya dan mengatakan “Maaf, Ma’am”..betapa sulitnya kata-kata “maaf” itu keluar dari mulut saya seelama ini. Saya juga banyak belajar tentang hubungan anak-anak dengan Tuhan yang begitu indah. Begitu polosnya mereka memercayai semua yang luhan katakan, janjikan, tanpa ada keraguan sedikit pun. Lihatlah saya yang sibuk menimbang-nimbang dan bernegosiasi dengan janji-janji-Nya.

Wah, sepertinya kok menjadi guru itu indah-indah saja ya! Tentu tidak! Rasa bosan kadang menyelinap juga di hati saya. Bosan bertemu murid sih tidak pernah, tapi apabila menyangkut membuat Lesson Plan, saya bisa langsung mati gaya! Hahahaha… ya, saya memang paling tidak betah bila harus duduk diam dan berpikir, apalagi kalau plus deadline. Wah, semakin stress dan nggak selesai-selesai pekerjaan saya! Jujur saja kalau membuat Lesson Plan saya memang sangat membutuhkan kekuatan dari Tuhan. Tapi kalau ingat murid-murid, saya kembali bersemangat, kok!

Bagi saya, menjadi guru adalah hal besar yang Tuhan percayakan buat saya. Karena itu, saya tidak berani main-main menjalani profesi ini. Karena ini adalah kepercayaan dari Tuhan, maka saya berusaha selalu menjalin komunikasi dan kerja same yang baik dengan Tuhan saya. Tidak mungkin saya bisa menghadapi siswa yang sangat beranekaragam apabila Tuhan tidak campur tangan memberi hikmat dan bimbingan buat saya.

Maam Btenda W. N. Tomasoa, S.Psi.

Quote : Nothing I have is truly mine

Pesan : Cintailah Profesimu

Share this entry